Juni 28, 2009

Cerita

BUKAN MOTOR SAYA

Siang itu ada acara pertandingan Volley Ball Antar Desa yang di pusat kan di desa yang tidak jauh dari desaku. Terus terang,ingin nya terus menyaksikan pertandingan yang sangat seru. Penonton berdatangan dari berbagai daerah .
Maklum daerah pegunungan motor yang ada disana adalah Motor Trill yang sudah tidak ada kunci kontaknya lagi . jadi sekali engkol maka mesin akan segera meraung dengan gagahnya .
Tiba - tiba terlintas di pikiranku untuk pulang sebentar . kebetulan tidak membawa motor karena motor sedang di rumahkan di sebuah bengkel karena penyakitnya yang sering kambuh muncul .
Tidak jauh dari tempatku berdiri kulihat si Didi tengah asyik duduk diatas sebuah Motor. Maka tanpa ragu aku menghampirinya lalu mengajaknya pulang .
" Pulang dulu Yuk … ! nanti kesini lagi " Ajak ku kepada si Didi.
"Ayo …!" kata Didi lalu bangkit dari motor.
" Ayo ..bawa motornya .. biar aku di bonceng aja " kata Didi sambil berdiri disamping motor .
Dengan tenang aku mengengkol motor , lalu motorpun segera meraung keras. Ketika motor hendak berjalan tiba terdengar sapaan dari samping kiriku .
" Mau pulang ya , aku ikut " kata wasdi kawanku dan ia langsung melompat keatas motor .
Akhirnya kami bertiga berangat pulang dengan tenang dengan berboncengan .
Ketika sedang asyik mengendari motor tiba - tiba motor yang kami kendarai di salib oleh sebuah motor . pengendara motor itu tampak kesal dan tersengal sengal .
" Hei …! Hei….! Stop ..! " teriaknya .
Kemudian dia menghentikan motornya di depan kami . dengan terpaksa aku mengerem motor dengan mendadak .
" Ada apa …? " Kata ku keheranan .
" kok kamu membawa motor saya ? " kata pengendara motor itu tersengal - sengal .wajah nya terlihat sangat pucat .
" Enak saja.. ! " jawabku
"Masa aku mau mabawa motor orang sembarangan" Kata ku lagi setengah ngotot .
Sementara Didi dan Wasdi haya terbengong -bengong melihat kejadian.
" Ini motor saya " Katanya Ngotot .
Kemudian dia mengeluarkan dompetnya .lalu mengeluarkan STNK Motor
" ini STNK nya " katanya lagi dengan serius .
Aku celingukan kemudian aku bertanya kepada Didi .
" Di...! ini motor kamu kan ..? " tanya ku kepada Didi .
Mendengar pertanyaanku didi bertambah bengong ..
" aku nggak bawa motor . … kan ini motor kamu !" kata didi lagi .
Akhir kami menyadari bahwa kami salah membawa motor . motor ini bukan motor Didi juga bukan motor saya .
Persoalan salah membawa motor tidak selesai sampai disitu. Sarman si pemilik motor telah menyerempet seorang kakek kakek dan sekarang sudah di bawa ke Puskemas..
Akhir kami semua semuanya sepakat untuk membiayai pengobatan sang kakek yang di serempet oleh Sarman .

Juni 26, 2009

PENDIDIKAN SEKOLAH DAN PONDOK PESANTREN

PENDIDIKAN SEKOLAH DAN PONDOK PESANTREN
DALAM MENGHADAPI ERA GLOBALISASI


A.Pendahuluan
Menuntut ilmu merupakan suatu kewajiban sejak lahir hingga sampai liang lahat, perlu ada keseimbangan antara ilmu pengetahuan umum dan ilmu pengetahuan Agama. Kalau di pulau jawa atau daerah lain terdapat pesantren yang sekaligus mendirikan sekolah umum. Hal ini tidak menimbulkan masalah karena yang mengatur waktu dan system pembelajaran adalah satu lembaga yaitu pondok pesantren.
Tetapi banyak Pondok Pesantren yang berdiri merupakan pondok pesantren murni yang sama sekali tidak memasukan pelajaran umum dalam kurikulumnya. Maka salah satu Alternatif bagi masyarakat yang menginginkan anaknya mendalami ilmu agama dan illmu pengetahuan umum adalah dengan cara memasukan anaknya ke sekolah umum, dan sekaligus menitipkan anaknya di pondok pesantren.
Pada kenyataannya sering terjadi tarik menarik kepentingan antara sekolah dan Pondok pesantren yang akhirnya membuat kebingungan pada siswa / santri. Dan tidak jarang berakhir dengan memilih salah satu sekolah atau Pesantren walau itu merupakan pilihan yang dilematis.
Pendidikan lebih dari sekedar pengajaran, karena pada kenyataannya pendidikan adalah suatu proses dimana suatu bangsa atau negara membina dan mengembangkan kesadaran diri diantra individu-individu, yang dengan kedasaran itu bangsa dapat mewariskan kekayaan budaya atau pemikiran ke generasi berikutnya, hingga menjadi inspirasi bagi mereka dalam setiap aspek kehidupan. Berdasarkan kenyataan ini masyrakat Indonesia selain bertugas sebagai umat beragama, maka iapun harus menjalani tugasnya sebagi warga negara. Oleh karena itu pendidikan merupakan latihan fisik, mental dan moral bagi individu-individu sehingga mampu memenuhi tugasnya sebagi manusia dan menjadi warga Negara yang berarti bagi suatu negara
Pendidikan islam sesungguh mencakup hal yang lebih luas dan tidak terbatas hanya pada pendalaman ritual peribadatan, bahkan lebih jauh dari itu, sebagai mana dingkapkan oleh Dr. Yusuf Qardhawi yang memberi pengertian pendidikan islam sebagai berikut :
Pendidikan Islam adalah pendidikan Manusia seutuhnya; akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya; akhlak dan keterampilannya. Karena pndidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup, baik dalam perang, dan menyiapkan untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya

Hal lain di kemukakan oleh Endang Syaifuddin Anshori yang memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai berikut:
Proses bimbingan ( Pimpinan, tuntunan, usulan) oleh subjek didik terhadap perkembangan jiwa ( Pikiran, perasaan, kemauan, intuisi dan sebagainya) dan raga objek didik dengan bahan bahan materi tertentu dengan alat perlengkapan yang ada kearah terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai ajaran islam

Lebih jauh lagi di jelaskan oleh Dr. Omar al-Toumy al-Syaibani membagi tujuan pendidkan Islam dalam tiga katagori yaitu Tujuan Individual, tujuan Sosial dan tujuan professional . Dengan berdasarkan tujuan-tujuan tersebut terlihat jelas arah pendidikan Islam yaitu berusaha membekali anak didik dengan keterampilan-keterampilan yang perlu bagi kepetingan dirinya dan masyarakat.
Namun disayangkan lembaga pendidikan yang mengkhususkan dirinya pada bidang keagamaan agaknya agak mengebelakangkan pentingnya pengetahuan umum yang berkembang disekitar kehidupan para santri bahkan terlihat agak menutup mata pada perkembangan teknologi, atau mungkin lebih ekstrim lagi menolak pendidikan umum untuk dipelajari oleh para santrinya. Bahkan terdapat ungkapan yang sering didengar dimasyrakat ungkapan :
“Bahwa diakhirat kelak tidak akan nada pertanyaan tentang matematika, Bahasa Inggris, Komputer dan sebagainya, yang akan ditanyakan hanyalah bagai mana ibadahmu di dunia” .
Pernyataan ini sungguh sangat meracuni, sehingga para santri yang memahami pernyataan itu secara harfiah akan menjadi anti pati terhadap ilmu pengetahuan umum dan kecenderungan untuk mempelajari agama dengan sungguh-sungguh dan mengabaikan perkembangan tekhnologi yang berkembang dihadapannya telah mendarah daging pada diri mereka.
Kepentingan manusia akan ilmu pengetahuan agama yang seimbang adalah hal yang sangat mutlak hal inipun telah disinyalir oleh Nabi Muhammad SAW belalui hadisnya yang menyatakan “ Barang siapa menginginkan dunia dengan Ilmu, barang siapa mengingin Akhirat dengan Ilmu dan barang siapa mengiginkan keduanya dengan Ilmu” . pernyataan ini merupakan petunjuk pokok bagi kaum muslimin agar mempelajari ilmu agama dan ilmu dunia secara seimbang , ini pula yang mendorong orang tua yang menyadari betapa pentingnya ilmu agama dan ilmu Umum hingga mereka menitip kan anaknya di dua lembaga pendidikan yang berbeda sekaligus.
Permasalahan timbul ketika otoritas dan eklusivisme lembaga pendidikan sering menjadikan siswa yang sekaligus menjadi santri berada posisi yang dilematis, mereka kadang mendapat tekanan dari dua lembaga yang berbeda yang memegang teguh otoritas dan aturan –aturan yang telah ditetapkan tanpa memandang dilema yang dihadapi oleh siswa.


B.Sekolah Sebagai Lembaga Pendidikan Formal
Pendidikan adalah kebutuhan mendasar manusia dan merupakan usaha untuk mempersiapkan siswa dalam menghadapi hidupnya dengan mengembangkan potensi yang dimilikinya dan memeilki kekuatan spiritual keagamaan sebagai mana di ungkatpakan oleh Dr.H. Juhri.AM, MPd menyatakan bahwa :
Pendidikan adalah usaha sadar dan ternecana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian , kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara .

Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan secara sistematis dan sistemik yang selalu bertolak dari landasan dan asas tertentu, karena pendidikan merupakan pilar utama penegembangan manusia dan masyarakt suatu bangsa. Bagi bangsa Indonesia diharapkan pengusahakan dua hal penting yaitu :
1. Pembentukan manusia pancasila sebagi manusia pembangunan yang berkualitas tinggi dan mampu mandiri
2. Pemberian dukungan bagi perkembangan masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia yang mengalami krisis multi dimensi

Terdapat beberapa Landasan pendidkan yangmemiliki peranan penting dalam menentukan tujuan pendidian diantarannya adalah landasan Filosophis, Sosiologis dan Kultural dan didukung oleh landasan Ilmiah dan tekhnologi yang akan mendorong pendidikan menjemput masa depan
Lembaga pendidikan secara garis besar dapat di bagi menjadi tiga jenis yaitu pendidikan Formal, pendidikan Informal dan Pendidikan Non Formal .
Pendidikan formal merupakan usaha pendidikan yang diselenggarakan secara sengaja, berencana, terarah dan sistematis melalui lembaga pendidikan yang disebut sekolah.
Pendidikan Informal adalah usaha pendidikan yang diselenggarakan secara sengaja, tetapi tidak berencana dan tidak sistematis dilingkungan keluarga
Pendidikan Non Formal adalah pendidikan yang diselenggarakan secara sengaja dan berencana tetapai tidak sistimetis diluar lingkungan sekolah.
Semua jenis lembaga pendidikan mempuyai tujuan yang sama yaitu untuk membentuk peserta didik mencapai kedewasaan, sehingga mampu berdiri sendiri dalam masyarakat sesuai nilai-nilai norma–norma yang berlaku dilingkungan masyarakatnya.
Sekolah merupakan pusat merupakan salah satu dari Tri pusat Pendidikan disamping rumah tangga dan Masyarakat. Sekolah menitik beratkan kepada pendidikan formal . Disekolah prosedur pendidikan diatur sedemikian rupa, ada guru , ada siswa, ada jadwal pelajaran yang berpedoman pada kurikulum dan silabus, ada jam–jam pelajaran tertentu dan dilengkapi dengan fasilitas dan saran pendidikan serta perlengkapan-perlengkapan dan peraturan-peraturan lainnya.

Sutari ( 1986) mengungkapkan bahwa : Sekolah pada hakikatnya adalah bertujuan untuk membantu orang tua mengajarkan kebiasaan-kebiasaan baik dan menambahkan budi pekerti yang baik, juga memberikan pendidikan untuk kehidupan didalam masyarakat yang sukar diberikan dirumah

Dengan melihat pernyataan diatas maka dapat ketahui bahwa sebenarnya sekolah merupakan bagian dari pendidikan keluarga dan merupakan lanjutan pendidikan keluarga. Selain itu sekolah berfungsi untuk menghubungkan kehidupan dalam keluarga dengan kehidupan dengan masyarakat.
Berdasarkan kurikulum yang berlaku saat ini yaitu Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan, dapat dilihat bahwa muatan pendidikan agama yang berikan di SMU tidak cukup memadai bagi siswa untuk memahami pelajaran agama Islam secara maksimal, hal ini ditandai dengan Alokasi waktu yang hanya 2 Jam pelajaran perminggu dan itu jelas tidak mencukupi untuk membahas ilmu agama yang demikian luas.
Lain halnya dengan Lembaga pendidikan Formal lainnya seperti MA ( madrasah Aliyah ), lembaga ini memiliki muatan pendidikan agama Islam yang lebih banyak jika dibandingkan dengan SMU. Tetapi kadang minat masyarakat atau siswa masih terlihat agak kurang . Hal ini menimbulkan tanda tanya besar bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam.
Kembali kita melihat muatan kurikulum untuk lembaga pendidikan umum dapat kita lihat pada panduan Kurikulum yang telah dikeluarkan oleh BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) yang meliputi Subtansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang mulai kelas X sampai dengan kelas XII. Struktur kurikulumnya disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajarn
Muatan Kurikulum yang tercantum dan ditetapkan oleh BSNP untuk SMA/MA kelas X terdiri dari 16 Mata pelajaran, muatan local dan pengembangan diri dan untuk kelas XI , XII terdiri dari 13 mata pelajaran, muatan local dan pengembangan diri . Jika dilihat dari muatan kurikulum yang ada di SMA dan MA Program IPA, IPS, dan Bahasa, dapat kita lihat bahwa alokasi waktu untuk pelajaran agama Islam sangat sedikit yaitu 2 Jam pelajaran perminggu. Kecuali pada program keagamaan. Dalam program keagamaan di MA disertakan materi pendidikan agama seperti Tafsir, Ushul Fiqh dan Ilmu kalam

C. Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Non Formal
Pondok Pesantren adalah lembaga yang memberikan pembelajaran kepada santri dengan tata cara yag khas, yang biasanya dipimpin oleh seorang Kyai dan dibantu oleh santri seniornya. Komponen Pesantren biasanya terdiri dari Kyai/ Guru, Santri, Asrama, Masjid, Rumakh Kyai ,dll.
Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman prilaku sehari hari .
Adapun Pengertian tradisional diberikan kepada pesantren adalah bahwa lembaga ini telah hidup sejak ratusan tahun silam ( 300-400) tahun, dan menjadi bagian yang mendalam dalam system kehidupan umat islam di Indonesia yang merupakan golongan mayoritas bangsa Indonesia dan telah mengalami perubahan dari masa kemasa sesuai dengan perjalanan hidup umat
Tujuan Pendidikan Pesantren adalah menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim yaitu kepribadian yang bertaqwa kepada tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat berkhidmat kepada masyarakat dengan jalan menjadi kawula atau abdi masrakat yaitu menjadi pelayan masyarakat dengan mengikuti sunah rosul
Sejak zaman kerajaan mataram yaitu diadakannya satu tempat pengajian kitab, bagi murid murid yang telah khatam mengaji alqur’an, tempat pengajian itu disebut Pesantren . Pelajaran yang diajarkan di pesanatren adalah kitab–kitab besar dalam behasa Arab, yang diterjemahkan kata perkata kedalam bahasa daerah dan dilakukan secara bandungan ( Halaqah).
Kehadiran Pesantren ditengah masyarakat tidak hanya sebagi lembaga pendidikan tetapi juga sebagi lembaga penyiaran agama, dan social keagamaan. Pesantren berhasil menjadikan diriya sebagai pusat gerakan pengembangan Islam. Diakui oleh Dr. Soebardi dan Frof . John :
“Lembaga-lembaga Pesantren itulah yang paling menentukan watak keislaman dari kerajaa-kerajaan Islam, dan yang memegang perananpaling penting bagi penyebaran islam sampai ke pelosok-pelosok. Dari lembaga pendidikan Peasantren itulah asal usul sejumlah manuskrip tentang pengajaran Islam di Asia Tenggara yang tersedia secara terbatas, yang dikumpulkan oleh pengembara-pengembara pertama darai perusahaan-perusahaan dagang Belanda dan Inggris sejak akhir abad 16. Untuk dapat betul-betul memahami sejarah Islamisasi diwilayah ini, kita harus mulai mempelajari lembaga-lembaga pesantren karena lembaga-lembag inilah yang menjadi anak panah penyebaran Islam di wilayah ini”

Secara Historis PESantren juga telah membuktikan dirinya sebagai suatu lembaga pendidikan Islam yang mapan ( Establish). Perubahan social, Politik, Ekonomi, Kebudayaan dan lain-lain sejauh ini tidak terlihat begitu berpengaruh terhadap kelanjutan Eksistensi Posantren sejaka berdirinya, Masa penjajahan, dan dalam zaman kemerdekaan sekarang ini dan membuktikan diri sebagai benteng kultural dan keagamaan umat yang tangguh.
Suatu lembaga pendidikan akan berhasil menyelengarakan kegitannya jika ia dapat mengintegrasikan dirinya kedalam kehidupan masyarakat yang melingkarinya. Keberhasilan ini menunjukan kecocokan nilai antara lembaga pendidikan yang besangkutan dan masyarakat. Lembaga pendidikan akan di minati oleh masyarakat apabila mampu memenuhi kebutuhan mereka akan kemampuan ilmu dan teknologi untuk menguasai suatu bidang ilmu tertentu, dan kemampuan moral keagamaan dan moral sosial budaya untuk menempatkan mereka ditengah-tengah pergaulan bersama sebagai manusia terhormat.
Berkaitan dengan hal tersebut Pondok Pesantren telah terbukti mampu hidup menyatu dengan masyarakat sekitarnya bahkan menjadi rujukan bagi masyarakat sekitarnya dalam bidang moral. Pesantren sering diidealkan sebagai komunitas ideal dan sakral.
Tetapi disisi lain, Pesantren sering dinilai kurang berorientasi pada pendidikan keduniawian, terlalu mementingkan orientasi kehidupan ukhrawi. Pesantren dinilai sebagai lembaga pendidikan yang mendidik santri untuk menjadi orang saleh yang idealis, moralis dan kurang berorientasi pada keduniawian, Melihat kenyatanan ini Fuad Hasan menyatakan bahwa :
“Pendidikan Islam umumnya dan Pondok pesantren pada khusunya dianggap sebagai lembaga pendidikan tradisional harus menyesuaikan diri dengan tantangan zamannya. Pesantren sebagai institusi pendidikan dalam islam harus mampu membuka pintunya untuk Sain”

Potensi Pesantren sebagai suatu Lembaga pendidikan Islam di Indonesia cukup besar dan kuat, besar dari segi kuantitas . Menurut catatan Departemen Agama (1982) terdapat 49080 Pesantren di Indonesia dan Jumlah santri 735.417 . Diantara beberapa Pesantren menyelenggararakan pendidikan tingkat Ibtida’iyah, Tsanawiyah dan Aliyah, bahkan sekarang ada beberapa pesantren yang cenderung membuka sekolah sekolah umum seperti SD, SMP dan SMA.
Di Indonesia terdapat dua jenis pondok pesantren jika dilihat dari bentuk penyelengaraanya yaitu Pondok Pesantren Khalafiyah atau Ashriyah dan pondok Pesantren Salafiyah .
Pondok Pesantren Khalafiyah yaitu Pondok yang mengadopsi system pendidikan madrasah atau sekolah, kurikulum yang digunakan disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku, baik tingkat SD/MI, SMP/MTs, SMU/MA yang telah ditetapkan oleh Mentri Agama. Dengan menggunakan Model ini santri lulusan dapat melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi .
Pondok Pesantren Slafiyah yaitu Pondok pesantren yang masih tetap mempertahankan system pendidikan klasik khas pondok pesantren, baik kurikulum dan metodologi pemebelajaranya, materi ajarannya meliputi Ilmu-ilmu agama islam dengan menggunakan Kitab Klasik ( kitab Kuning). Santri lulusan sulit melanjutkan kejenjang berikutnya karena kurang jelas jenjangnya.
Dalam pendidikan pesantren, umum nya materi pelajaran yang diberikan secar intens dan simultan lebih menekankan pada ajaran yang bukan dasar, lebih menyempit lagi diskursus yang sangat berkembang dan yang dianggap penting adalah bidang fiqih semata. Sementara kajian tentang ajaran dasar atau setidaknya ajaran yang dibutuhkan dalam usaha memahami ajaran dasar kurang mendapat perhatian yang serius. Sistem pendidikan yang dibangun dalam rangkaian sejarah telah melahirkan sejumlah jiwa pesantren yang meniscayakan Stadarisasi nilai. Jiwa pesantren terimplikasi dalam panca jiwa pesantren yaitu :
a.Jiwa Keikhlasan
b.Jiwa Kesederhanaan tapi agung
c.Jiwa Ukhuwah Islamiyah
d.Jiwa Kemandirian
e.Jiwa bebas dalam memilih Alternatif jalan hidup masadepan dengan jiwa besar dan optimis .

Sistem penndidikan Pesantren didasari, digerakan, dan diarahkan oleh nilai –nilai kehidupan yang bersumber pada ajaran dasar Islam. Hampir seluruh Pesantren di jawa mengikuti Mazhab Safi’i . Ciri dari Mazhab ini antara lain adalah keterikatannya pada hadis yang sangat tinggi dalam menentukan ijtihad. Implikasnya dalam proses belajar mengajar dipesantren adalah mengandalkan kemapuan mengingat dan menghafal. Buku Buku tasawuf yang menggabungkan fiqih dengan amalan-amalan akhlak merupakan pelajaran utama di pesantren seperti kitab Tasawuf Imam Ghazali : Ihya Ulumuddin, Bidayatul Hidayah, Minhajul abidin dan lain-lain. selain terpengaruh oleh kitab –kitab karya Imam Ghazali, hampir semua pesantren sangat terpengaruh oleh kitab Ta’lim Muta’alim Karya Sekh Az –Zarnuji. Kitab ini menjadi pedoman bagi santri dalam menuntut ilmu di Pesntren.
Mastuhu dalam bukunya Dinamika sitem pendidikan pesantren menyatakan:
“Pesantren memiliki fungsi yang konfrehensif sebagi lembaga pendidikan, sosial dan penyiaran agama yang memilki prinsip prinsip tersendiri yaitu : Theocentric, Sukarela dan mengabdi, Kearifan, Kesederhanaan, Kolektivitas, Mengatur kegiatan bersama, kebebasan terpimpin, Mandiri, Pesantren adalah tempat tempat mencari ilmu dan mengabdi, Mengamalkan ajaran agama, Tanpa ijazah, Restu kyai .

Tantangan yang dihadapi Pesantren semakin lama semakin besar, komplek dan mendesak sebagi akibat meningkatnya kebutuhan pembangunan dan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Tantangan ini menyebabkan terjadinya pergeseran nilai dipesantren, baik menyangkut sumber belajar maupun nilai yang menyangkut pengelolaan pendidikan . Indikator pergeseran itu adalah:
a.Kyai bukan lagi satu-satunya sumber belajar
b.Sudah banyak Pesantren yang menyelenggarakan Pendidikan Formal
c.Santri membutuhkan ijazah dan penguasaan bidang keahlian
d.Di kalangan santri terdapat kecenderungan yang semakin kuat untuk mempelajari sain dan tekhnologi
e.Belajar dengan uang sudah memasuki dunia pesantren

Sudah banyak Pesantren yang mulai membuka dirinya pada Sain dan teknologi, tetapi masih terdapat beberapa Pesantren yang masih bertahan dengan tradisi lama, baik dari segi materi atau pola pembelajarannya. Masih banyak Pondok pesantren yang menutup pintu untuk ilmu pengetahuan dan teknologi dan tidak menganggap itu penting, hal itu terlihat dari mata pelajaran yang wajib dipelajari oleh santri. Diantarnya adalah pondok –pondok Pesantren Salafiyah.

D.Sekolah Sambil Mesantren
Rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia ( SDM) merupakan masalah mendasar yang dapat menghambat pemabangunan dan perkembangan di Indonesia dan menjadi batu sandungan dalam era globalisasi karena eraglobalisasi adalah era persaingan mutu dan kualitas. Jika Indonesia ingin berkiprah dalam percaturan Global, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah menata SDM baik dari Aspek intelektual, emosional, spiritual, kreativitas, moral maupun tanggungjawabnya.
Penatan SDM perlu diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan melalui sitem pendidikan yang berkualitas, baik pada jalur Formal, non formal, maupun Informal, mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Tetapi ada indicator yang meyatakan bahwa pendidkan belum mampu menghasilkan SDM yang berkualitas Dr. E Mulyasa dalam bukunya Menjadi Kepala sekolah yang Profesional mengidentifikasi indicator kegagalan pendidikan untuk mengahasilkan SDM yang berkualitas dengan indicator sebagi berikut:
1.Masalah tenaga kerja yang terkatung-katung, bahkan tanpa pemecahan yang jelas, hal ini menunjukan betapa dipandang rendahnya SDM Indonesia di Negara lain
2.Banyaknya Isu Teroris, bahkan Indonesia dituduh sarang teroris
3.Hasil analisis berbagai ahli menunjukan bangsa Indonesia merupakan bangsa yang koruptor terdepan didunia
4.Banyak generasi muda, pelajar dan mahasiswa yangdiharapkan menjadi tulang punggungpembengunan, justru menjadi beban pembengunan karena keterlibatannya dengan Narkoba , VCD Porno dan Perjudian
5.Sebagi akumulasi dari kemepatfaktor diatas, ternyata bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara belum tumbuh budaya mutu, malu, kerja, baik dikalangan pemimpin maupun masyarakat

Melihat indicator kegagalan Pendidikan dalam menghadapi era globalisasi tidak terlepas dari keberadan dan kualitas lembaga pendidikan tempat siswa atau santri menuntut ilmu. Masalah tenaga kerja yangtekatung katung lebih disebabkan karena kualitas pendidikan yang rendah di bidang pengetahuan dan tekhnologi, sehingga menghasilkan produk yang tidak mampu mengahadapi dunia kerja yang semakin canggih dan modern. Kegagalan di bidang moral keagamaan juga menimbulkan terjadinya korupsi dan keterlibatan generasi muda pada narkoba. Dan kegagalan dalam mengaplikasikan pemahaman keagamaan menimbul terjadinya terorisme dengan mengatas namakan Agama.
Melihat kenyataa tersebut semakin meyakinkan pentingnya keseimbangan antara pengetahuan umum dan teknologi serta pengetahuan agama dalam dunia pendidikan guna menghasilkan generasi yang siap bersaing di era global dengan moral keagamaan yang mapan.
Kesadaran masyarakat akan pentingnya keseimbangan akan ilmu Agama dan Ilmu pengetahuan serta tekhnologi, mendorong siswa berada pada sisi yang dilematis. Pilihan yang harus diputuskan berhadapan dengan konsekwensi yang cukup dilematis yaitu antara belajar focus pada pendidikan agama, yaitu lewat Pondok Pesantren atau memilih lembaga pendidikan umum yang muatan pendidikan Agamanya sangat terbatas.
Sebenarnya sudah banyak Pondok Pesantren yang membuka pendidikan umum dilingkungannya seperti halnya pondok Pesantren modern, tetapi di wilayah sumberjaya belum terdapat pondok Pesantren yang modern. Semua Pondok Pesantren yang didirikan Lampung Barat Khususnya Kecamatan Sumberjaya masih merupakan Pondok pesantren Salafiyah.
Sebenarnya Pemerintah sudah mulai memberikan solusi guna memasukan unsur pengetahuan umum kePondok pesantren Salafiyah yaitu dengan di munculkannya Program Wajar Dikadas. Dengan tujuan meningkatkan peran pondok Pesantren Salafiyah sebagai lembaga pendidikan Msayarakat, serta membuka kesempatan santri yang ingin melajutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Program Wajar dikdas merupakan kesepakatan antara Mentri Pendidikan Nasional dan Mentri Agama melalui Surat keputusan Bersama ( SKB) Nomor : 1/U/KB/2000 dan Nomor : MA/86/2000 , tentang pondok pesantren Salafiyah sebagi Pola Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan tahun.
Selain itu lembaga pendidikan formal di bawah naungan Departemen Agama memberi muatan agama islam yang cukup seperti MI, MTs, MA tetapi kecenderungan masyarakat untuk memasukan anaknya ke lembaga pendidikan formal umum lebih tinggi, hal ini disebabkan oleh tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan tersebut yang dianggap akan menimbulkan kesulitan jika ingin melanjutkan kejenjang berikutnya atau dalam rangka mencari lapangan kerja.
Problematika pentingnya Pendidikan Agama Islam yang diajarkan di pondok pesantren dan tantangan kemajuan teknologi dan pengakuan tentang ijazah, akhirnya memabawa kepada keputusan beberapa kalangan masyarakat untuk memasukan anak-anaknya kedua lembaga secara bersamaan yaitu Sekolah sebagai lembaga pendidikan umum dan Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Agama. Dengan harapan akan memenuhi kualifikasi ilmu pengetahuan dan tekhnologi dengan ijazah yang diakui guna memperoleh lapangan kerja yang memadai dan memilki pengetahuan agama yang mapan agar dapat mendalami ilmu agama islam dengan baik serta mampu mengamalkannya dalam kehidupannya bermasyarakat.
Pilihan untuk menempuh pendidikan formal umum dengan pendidikan agama secara bersamaan merupaka pilihan yang ideal bagi masyarakat yang tidak memiliki pilihan lain guna menyeimbangkan antara pendidikan Agama Islam dan penegetahuan umum serta tekhnologi modern. Pilihan ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh dua jenis penegetahuan yang dibutuhkan untuk kehidupannya didunia dalam rangka mengahadapi kemajuan teknologi dan globalisasi yang semakin berkembang dan pengetahuan agama yang dapat membentengi setiap gerakan hidupnya dengan berlandaskan pada Keimanan dan ketakwaan dengan moral agama.
Sekarang ini umat Islam memerlukan kerangka pikiran yang bersifat menyeluruh dan sistematis sebagai mana ditulis oleh Nurkholis Majid :
Suatu kerangka pikiran (Intellectual framework) yang bersifat meneyeluruh dan sistemetis. Dalam kerangka pikiran itu harus dapat dilihat dengan jelas peta pandangan hidup muslim secara bulat, dan dapat diterangkan hubungan suatu pandangan tertentu dengan keseluruhan konsepsi Islam itu. Dan Alqur’an sebagai sumber ajaran yang tak habis-habinya itu membuka kemungkinan bagi umat islam bagi tersusunnya kerangak pikiran yang menyeluruh

Melihat pernyataan Nucholis Majid maka jelas Bahwa Pendidikan Islam merupakan suatu usaha mempersiapkan muslim agar dapat menghadapi dan dan menjawab tuntutan kehidupan dan perkembangan zaman secara manusiawi . Dan hal tersebut dapat dipenuhi jika berada dalam lembaga pendidikan Formal yang minim dengan pengajaran Agama atau berada dilembaga pendidikan Islam yang menutup diri dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Usaha –usah pendidikan berdasarkan kepentingan anak didik, masyrakat Islam dan umat Islam secara keseluruhan sangat diperlukan. Dengan demikian diperlukan pendekatan yang lebih intelegen terhadap masalah kependidikan masa depan
Tedapat konsep umum yang menyeluruh tentang pendidikan Islam dengan mengintegrasikan nilai-nilai dan ideology Islam kedalam teori-teori ilmu social, kemanusiaan, Filsafat, Sosiologi dan kebijaksanaan ilmu pengetehuan dan tekhnologi. Konsep ini telah diirumnuskan dalam konfrensi Pendidikan Islam Dunia di Jeddah tanggal 31 maret -8 maret 1997 .
Kalau kita kembali meninjau masalah tujuan pendidikan Islam, jelas keseimbangan antara Ilmu pengetahuan dan teknologi harus diseimbangkan dengan pengetahuan agama. Tapi pada fakta dilapangan masih terdapat beberapa lembaga pendidikan yang fokusnya hanya terarah pada satu bidang saja yaitu ilmu pengetahuan umum dan Tekhnologi atau Pendidikan Agama islam, hal ini dapat dilihat dilembaga pendidikan umum dan pensantren khususnya pesantren Slafiyah.
Melihat kenyataan ini banyak masyarakat yang mengambil jalan tengah yaitu dengan memilih lembaga pendidikan umum dan pesantren sekaligus dengan harapan mereka akan memeperoleh keseimbangan antara ilmu penetahuan umum dan lmu pengetahuan agama. Langkah ini dilakukan didorong oleh kesadaran dan keinginan untuk meperoleh anak yang memeliki Ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditandai dengan ijazah guna menghadapi kehidupan Masa depan di era globalisasi dan anak yang memiliki penegethuan agama yang luas hingga mampu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Pilihan ini adalah pilihan yang dianggap paling tepat, tetapi kadang siswa mengalami masalah yang sangat dilematis, diantara masalah yang dihadapi oleh siswa yang sekolah sambil mesantren adalah :
1. Ketidak mampuan mereka untuk membagi waktu untuk menerima pelajaran dari dua lembaga pendidikan dengan jumlah pelajaran yang lebih banyak.
2. Adanya otoritas lembaga dalam menerapkan peraturan sehingga membuat siswa atau santri berada pada posisi yang dilematis, siswa atau santri terpaksa harus memilih salah satu lembaga, Pendidikan Umum atau Pesantren.
3. Belum adannya kerja sama yang simultan antara lembaga pendidikan umum dan pondok pesantren dalam menyikapi siswa yang sekolah sambil mesantren. Hal ini meyebabkan masing masing lembaga menerpakan segala aturannya secara total dan sama kepada seluruh santri tanpa ada pengecualian.
Sekolah sambil mesantren adalah merupakan solusi untuk memperoleh keseimbangan ilmu pengetahuan, tetapi keputusan ini menuai masalah yang disebabkan tidak terjalinnya kerja sama antara dua lembaga yang berbeda. Tidak adanya kerja sama ini lebih besar disebabkan karena eklusivisme lembaga dan belum ada kesadaran bahwa lembaga pendidikan umum dan Pondok pesantren dapat salaing mengisi dan melengkapi guna mencapai tujuan pendidikan Islam yang universal..
E.Kesimpulan
Berdasarkan urian diatas maka dapat disimpulkan hal hal sebagi berikut :
1.Pendidikan adalah kebutuhan mendasar manusia dan merupakan usaha untuk mempersiapkan siswa dalam menghadapi hidupnya dengan mengembangkan potensi yang dimilikinya dan memiliki kekuatan spiritual keagamaan
2.Jika dilihat dari muatan kurikulum yang ada di SMA dan MA Program IPA, IPS, dan Bahasa, dapat kita lihat bahwa alokasi waktu untuk pelajaran agama Islam sangat sedikit yaitu 2 Jam pelajaran perminggu. Kecuali pada program keagamaan. Alokasi waktu ini sangat tidak memadai untuk memahami Agama Islam yang demikian luas dan universal
3.Sudah banyak Pesantren yang mulai membuka dirinya pada Sain dan teknologi, tetapi masih terdapat beberapa Pesantren yang masih bertahan dengan tradisi lama, baik dari segi materi atau pola pembelajarannya. Masih banyak Pondok pesantren yang menutup pintu untuk ilmu pengetahuan dan teknologi dan tidak menganggap itu penting, hal itu terlihat dari mata pelajaran yang wajib dipelajari oleh santri. Diantarnya adalah pondok –pondok Pesantren Salafiyah.
4.Melihat indicator kegagalan Pendidikan dalam menghadapi era globalisasi tidak terlepas dari keberadan dan kualitas lembaga pendidikan tempat siswa atau santri menuntut ilmu. Masalah tenaga kerja yangtekatung katung lebih disebabkan karena kualitas pendidikan yang rendah di bidang pengetahuan dan tekhnologi, sehingga menghasilkan produk yang tidak mampu mengahadapi dunia kerja yang semakin canggih dan modern. Kegagalan di bidang moral keagamaan juga menimbulkan terjadinya korupsi dan keterlibatan generasi muda pada narkoba. Dan kegagalan dalam mengaplikasikan pemahaman keagamaan menimbul terjadinya terorisme dengan mengatas namakan Agama.
5.Sekolah sambil mesantren adalah merupakan solusi untuk memperoleh keseimbangan ilmu pengetahuan, tetapi keputusan ini menuai masalah yang disebabkan tidak terjalinnya kerja sama antara dua lembaga yang berbeda. Tidak adanya kerja sama ini lebih besar disebabkan karena eklusivisme lembaga dan belum ada kesadaran bahwa lembaga pendidikan umum dan Pondok pesantren dapat salaing mengisi dan melengkapi guna mencapai tujuan pendidikan Islam yang universal..

DAFTAR PUSTAKA
Azyumardi Azra, Essai-Essai Intelektual Muslim dan Pendidikan Islanm, (Jakarta, Pt Logos Wacan Ilmu, 1999),
Azyumardi Azra, Esei-esei Intelektual Muslim & Pendidikan Islam,( Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1999),
Deliar Noer, “Kinfrensi Islam sedunia”, dalam, Bunga Rampai dari negeri Kangguru”( Jakarta, Panji Masyarakat,1981)
Depag RI, Pedoman Supervisi Pondok Pesantren Salafiyah, ( Jakarta, Ditjen Bimbaga Islam, 2002)
E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan, ( Bandung , Rosdakarya, 2007), hal 54
E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, ( Bandung , Rosda Karya, 2007)
Endang Syaifudin Anshari, pokok-Pokok Pikiran Tentang Islam, ( Jakarta, Usaha Interprise, 1976)
Fuad Hasan, Selayang Pandang Pendidikan Islam dalam Pesantren, ( Jakarta , P3M, 1985), No I /Vol.II/1985
Hadi Sutrisno, Metodologi riset, ( Jogjakarta, Yayasan Penerbit Fakultas Fsykologi UGM,1982)
Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2007)
H.M. Arifin, Aminuddin Rasyad, Dasar-dasar pendidikan, ( Jakarta, Ditjen Bimbaga Islam dan Universitas terbuka, 1992)
Juhri.AM, Landasan dan Wawasan Pendidikan Suatu pendekatan Kompetensi guru, ( Jakarta, Panji Grafika, 2006)
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidkan Pesantren,, (Jakarta, INIS, 1994 )
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, ( Jakarta, Hidakarya Agung, 1996),
Nurcholish Majid, “ Al-qur’an , Kaum Intelektual dan Kebangkitan Kembali Islam” , Dalam , Rusdi Hamka dan Iqbal Emsyarif Saimima(ed) , Kebangkitan Islam dalam Pembahasan, ( Jakarta, Nurul Islam, 1980),
Suwendi, Sejarah dan pemikiran Pendidikan Islam,( Jakarta, Pt Raja Grafindo Persada, 2004)
Winarno Surakhmad, Situasi Kependidikan dan Peranan Intelegensi dalam Negara Yang Sedang Berkembang, Ikhtisar ceramah, tidak diterbitkan , Jakarta , 4 September, 1981
Yusuf Qodhawi, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan AlBana, terj. Bustani A Gani dan Zainal Abidin Ahmad, ( Jakarta: Bulan Bintang, 1980)
Zamchsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, ( Jakarta, LP3ES, 1982),

Juni 20, 2009

. Pendidikan Multikulural

Istilah multikultural dalam bahasa Indosenia berasal adari kata Multi yang berarti beragam atau banyak macam dan kultur yang berarti kebudayaan . Proses pembelajaran tidak terlepas dari keragaman budaya yang dimilik peserta didik sebagi bagaian dari anggota masyarakat. Menurut Taylor yang dimaksud budaya adalah suatu keseluruhan yang komplek dari pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum , adat istiadat serta kemampuan-kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagi anggota masyarakat
Pendidikan Multikultural adalah proses penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap keaneka ragaman budaya yang hidup ditengah, tengah masyarakat yang plural. Dengan pendidikan multi kultural diharapkan adnaya kekenyalan dan kelneturan mental bangsa menghadapi benturan konflik sosial, sehingga persatuan bangsa tidak mudah patah dan retak
Keinginan menyelenggarakan pendidikan multi kultural muncul dalam masyarakat yang majemuk yang menyadari kemajemukannya dan menyadari dirinya terdiri dari berbagai golongan yang berbeda secar etnis, sosial ekonomis dan kulturral. Masyarakat ini disebut masyarakat yang pluralistik atau heterogen.. Ketiadaan pendidikan multi kulutral menimbulkan ketegangan dalam kehidupan sosial, karena dalam masyarakat yang majemuk selalu ada prasangka yang mempengaruhi interaksi sosial antara berbagai golongan penduduk. Seperti prasnagka antara golongan pribumi dan non pribumi, prasangka antara golongan Islam dan Non Islam begitu juga sebaliknya. Berbagai prasangka bisa berubah menjadi saling mencurigai, saling memebenci yang akhirya menimbulkan komplik yang berkepanjangan dan memeungkinkan timbulnya tragedi kemanusiaan. Rasa saling mencurigai dan saling membenci dapat berubah menjadi saling memahami dan saling menghormati, hal ini ditentukan oleh cara berbagai penduduk yang majemuk mengelola prasngka prasngka sosial yang ada dalam diri masing-masing.
Pendidikan Multi kultural merupakan upaya kolektif suatu masyarakat majemuk untuk mengelola berbagai prasangka sosial yang ada dengan cara yang baik . Tujuannya adalah menciptakan hubungan yang serasi dan kreatif antara berbagai golongan penduduk dalam masyarakat. Melalui pendidikan multi kultural , siswa yang datang dari berbagai golongan penduduk dibimbing untuk saling mengenal cara hidup mereka, adat istiadat, kebiasa, memahami aspirasi mereka serta untuk mengakui dan menghormati bahwa tiap golongan memilki hak untuk menyatakan diri menurut cara masing masing. Melalui pendidikan berbasis multi kultural, sikap dan pemikiran ( Mindset) siswa kan lebih terbuka untuk memahami dan menghargai keberagaman. Dan diharapkan menjadi salah satu metode efektif untuk meredam konflik, selain itu multi kultural bisa mengubah pemikiran peserta didik untuk benar-benar tulus menghargai keberagaman etnis, agama, ras, dan antar golongan.
IMPLEMENTASI KURIKULUM PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM DALAM PERSPEKTIF PLURALISME
(Studi di DI SMP Negeri 1 Sumberjaya Lampung Barat)
ABSTRAK
Keragaman dalam agama Islam merupakan suatu keniscayaan. Konflik golongan dalam agama Islam sering terjadi. Sikap masyarakat terhadap pluralisme erat kaitannya dengan pola pendidikan yang dilaksanakan, berkaitan langsung dengan kurikulum, isi kurikulum dan materi pembelajaran pelajaran. Ekslusivisme materi kadang menimbulkan pertentangan pada siswa, bahkan guru yang tidak memahami keberagaman golongan dalam Islam.
Berdasarkan kenyataan itu maka anak didik perlu diberi pemahaman tentang keberagaman sejak dini. Dengan demikian toleransi dan penghargaan terhadap perbedaan yang ada akan timbul dalam masyarakat Islam, sehingga kedamaian dan kebersama umat Islam dapat dicapai.
Masalah–masalah yang ditemui berkaitan dengan kurikulum dalam Perspektif pluralisme adalah : Masih terjadi konflik antar golongan dalam Islam sebagai akibat dari Ta’asub, terjadi kebingungan pada siswa manakala pelajaran yang diterima disekolah berbeda yang ia terima ditempat mereka mengaji. Walau dalam kurikulum sudah tercantum pernyataan tentang pluralisme tetapi pada silabus belum terlihat jelas dan implementasinya belum dilaksanakan dengan baik.
Penelitian ini difokuskan pada implementasi kurikulum PAI dalam perspektif pluralisme dalam materi pelajaran dan proses pembelajaran, dengan rumusan masalah : Bagaimana Implementasi kurikulum PAI dalam Perspektif pluralisme di SMPN 1 Sumberjaya ?
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana implementasi kurikulum PAI dalam perspektif pluralisme pada bahan ajar dan proses pembelajaran, sehingga mengetahui dan menemukan langkah–langkah bijak dalam menyikapi pluralitas Islam dalam pengajaran Islam disekolah.
Penelitian ini merupakan studi terhadap kurikulum dan implementasinya dalam perspektif pluralisme di SMPN 1 Sumberjaya, dengan cara meneliti dokumen kurikulum, silabus, RPP, bahan ajar yang digunakan guru dan cara guru menyampaikan materi yang berkaitan dengan pluralisme .
Pengumpulan data dilakukan melalui studi dekumentasi, wawancara dan observasi lapangan. Penelitan yang dilaksanakan adalah penelitian Deskriftif kualitatif, langkah-langkah analisisnya dilakukan dengan cara; Reduksi data, Display data, verifikasi dan akhirnya menarik kesimpulan untuk menjawab pertanyaan : Bagaimana Implementasi kurikulum PAI dalam perspektif pluralisme di SMPN 1 Sumberjaya ? .
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa muatan kurikulum sekolah jelas menghendaki adanya pemahaman terhadap pluralisme dan sebenarnya guru memiliki peluang untuk memasukan unsur pluralisme dalam silabus dan RPP, tetapi unsur pluralisme yang telah muncul hanya pada masalah shalat tarawih dan masalah lainnya belum disampaikan kepada siswa karena berbagai alasan. Dengan demikian implementasi Kurikulum PAI dalam perspektif pluralisme belum dilaksanakan dengan baik dalam proses pembelajaran.

media

PEMANFAATAN MEDIA PEMBELAJARAN DI SMPN 1 SUMBERJAYA
( Kajian tentang ketersediaan dan pemanfaatan media Pembelajaran )

BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar adalah proses yang komplek, proses belajar terjadi karena ada interaksi antar seseorang dengan lingkungannya , maka belajar biasa terjadi kapan saja dimana saja dan bagai mana saja.
Metode pembelajaran yang digunakan oleh seorang guru akan sangat berpengaruh pada hasil belajar siswa, Kedudukan metode dalam pengajaran sangat penting dan memberikan pengaruh terhadap anak didik serta menentukan keberhasilan penagajaran. Kedudukan metode adalah : 1). sebagai alat motiivasi ekstrinsik . 2) sebagai strategi pembelajaran . 3) sebagai alat untuk mencapai tujuan [1]. Ada keterkaitan yang sangat erat antara dan media pembelajaran yang digunakan bahkan hampir tidak dapat dipisahkan.
Penggunaan Media yang cocok sangat mempengaruhi proses pembelajaran. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi makin mendorong upaya pembaharuan dalam pemanfaatan hasil hasil tekhnologi sebagai alat yang digunakan untuk mempercapat dan mempermudah proses pembelajaran.
Seorang guru sekurang-kurangnya harus mampu menggunakan alat yang sederhana, murah dan efisien sebagai media pembelajaran, Media pembelajaran yang digunakan walau sederhana dan murah tetapi harus merupakan upaya dalam mencapai tujuan yang diharapkan..
Tuntutan lain bagi seorang guru selain harus mampu menggunakan dan memanfaatkan media pembelajaran yang ada, para guru juga dituntut agar mampu mengembangkan keterampilan membuat media pengajaran yang akan digunakan jika media pembelajaran itu belum tersedia.
Pengetahuan yang harus dimiliki seorang guru yang mencakup masalah media pembelajaran adalah sebagai berikut :
1.Media sebagai alat komunikasi agar lebih mengefektifkan proses belajar mengajar.
2.Fungsi media dalam rangka mencapai tujuan pendidikan
3.Seluk beluk proses pembelajaran
4.Hubungan antara metode mengajar dan media pembelajaran
5.Nilai atau manfaat Media pembelajaran dalam pengajaran
6.Pemilihan dan penggunaan media pembelajaran
7.Berbagai jenis media pembelajaran
8.Media pemebelajarn dalam setiap mata pelajaran
9.Usaha inovasi dalam media pembelajaran
Penggunaan dan pengembangan media pembelajaran merupakan salah satu alat yang mampu mengatasi kesulitan belajar siswa, maka tidak pilihan lain bagi para guru untuk mencari memanfaatkan media pembelajarn dalam rangka mempercepat dan membantu proses pembelajaran.
[1] Syaiful Bahri Djamarain,Drs, Aswaan Zain,Drs, Strategi Belajar mengajar , Rineka Cipta, Jakarta ,Hal 82